Jalan di Ratna Chaton Lamteng Rusak Parah dan Hujan Debu Akibat Penambangan Pasir yang Diduga Ilegal - Telusur

Jalan di Ratna Chaton Lamteng Rusak Parah dan Hujan Debu Akibat Penambangan Pasir yang Diduga Ilegal

Baliho penolakan warga terhadap aktivitas penambangan pasir yang diduga ilegal di Ratna Chaton, Lampung Tengah

telusur.co.id - Sejak 1 tahun lalu, di Desa Ratna Chaton, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, adanya aktivitas penambangan pasir yang diduga dilakukan secara ilegal oleh beberapa oknum dan diduga belum memiliki izin, hingga  mengakibatkan jalanan desa Ratna Chaton rusak parah.

Kepala Desa Ratna Chaton, Agus Riyanto menjelaskan armada dan alat penambangan yang dilakukan penambang tersebut sudah berjalan kurang lebih satu tahun dengan menggunakan alat berat, dan sejak bulan Desember kemarin malah menambah jumlah pangkalan untuk melakukan aktivitasnya.

“Pernah penambang itu juga melakukan komunikasi dan sudah dimusyawarahkan oleh pihak desa dan masyarakat. Hadir pula itu lengkap dengan Forkopimcam, ada saya (Kades -red), Pak Camat, Kapolsek, Danramil, Ketua Komisi 1 DPRD Kab. Lampung Tengah (Lamteng), I Nyoman Suryana dari Dapil sini, pihak penambang itu, dan tokoh masyarakat beserta warga desa Ratna Chaton (RC),” ungkapnya saat dihubungi. Selasa, (04/3/2022).

Menurut loporan warga kepada kami , pihak penambang dan sopir itu malah sering melanggar hasil musyawarah Jumat (25/3) di Balai Kampung Ratna Chaton yang sudah diputuskan bersama. Kabar terbaru, dan juga termuat di berita media online, para sopir resah dengan keputusan membayar uang iuran portal sebanyak Rp 50.000, padahal jumlah uang itu merupakan kesepakatan bersama dan memang digunakan untuk perawatan jalan.

“Yang lebih anehnya lagi, banyak muncul laporan warga tentang aktivitas pihak penambang juga sering menambah intensitas muatan yang masuk dan melalui jalan daerah kami. Padahal normalnya sebuah jalan di kampung itu hanya mampu membebani seberat 5 ton, muatan yang dibawa Penambang itu per armada bisa mencapai 7 ton. Ini jelas-jelas merugikan masyarakat kami,” tegasnya.

Dijelaskan lebih detail lagi, salah satu warga berinisial S mengungkapkan, pihak penambang ini belum jelas identitas perusahaannya. Sepertinya ini perusahaan pribadi atau lebih jelasnya dikelola secara personal, terkesan penambang pribadi.

“Dampak yang terjadi akibat aktivitas penambangan pasir ini yang paling parah di desa kami (Ratna Chaton -red). Beberapa desa juga jalannya agak parah rusak. Untuk saat ini paling parah ya tetap di desa kami, karena desa lainnya juga sudah jarang dilewati armada-armada Pihak Penambang itu,” ujarnya.

Ditambahkan Agus, jalanan desa mulai berdampak parah sejak 2 bulan terakhir ini. Karena kapasitas muatan yang dibawa truk penambang itu menurut keluhan warga, ugal-ugalan. Laporan yang ia terima dari warga, jumlah truk yang lewat kadang sampai di atas 70 armada per harinya.

“Sangat kami sayangkan juga, jalanan desa ini merupakan jalan Negara, dan kedepannya jalan ini akan diperbaiki kembali dana yang dibangun itu dari APBN Pemerintah yang dicanangkan, apalagi kalau tidak salah ini termasuk DAK (Dana Alokasi Khusus), jadi sia-sia jika pemerintah banyak menggelontarkan dana, tapi fakta yang terjadi jalannya rusak,” tuturnya.

Sebelumnya, warga sudah menolak keras dengan aktivitas penambangan pasir ini, dengan cara melakukan aksi protes lewat memasang baliho penolakan. Sebagai Kepala Desa, Agus Riyanto sifatnya menjadi penengah. Tetapi jika warganya sangat resah, pihak aparat desa akan bersikap tegas dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Dijelaskan mengenai uang portal yang sifatnya untuk memperbaiki jalan yang awalnya sebesar Rp 25 ribu, kemudian dilanjutkan adanya musyawarah kemarin, hasilnya Rp 50 ribu untuk iuran. Namun menurut beberapa warga, nyatanya tak sebanding iuran perbaikan jalan itu dengan rusaknya jalan di desanya.

Menurut Agus, penolakan aktivitas penambangan pasir ilegal dari warga ini sudah diterima pihak Forkopimcam dan sudah memberikan tanggapan ketika dilakukan musyawarah. Untuk pemerintah di atasnya (Dinas terkait, Pemkab Lamteng -red) belum memberikan responnya atas peristiwa ini. 

Salah satu warga yang ikut hadir dalam musyawarah itu, inisial S menambahkan, hampir semua dari jalan masuk kampung sampai ke arah tempat penambangan hancur jalannya. Jalan banyak yang berlubang, dan mengakibatkan debu bertebaran kemana-mana (seperti 'hujan debu').

“Kami dari warga sangat ketakutan juga dengan aktivitas penambangan pasir yang diduga tidak berizin ini. Takut jalan kian tambah rusak parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari warga. Ketakutan kami jika ada oknum-oknum dari pihak penambang yang membungkam suara dan tindakan penolakan dari warga. Kami hanya ingin hidup nyaman dan tenang,” bebernya.

Terakhir, harapan Kades Agus Riyanto, para pejabat pemerintah yang berwenang disini harusnya langsung turun tangan menyelesaikan persoalan ini yang kian tambah parah. Lebih baik, Pemkab Lampung Tengah memberikan suatu kebijakan win-win solution, agar semua pihak imbang dan sejahtera.

“Saya mengusulkan, jika ke depan penambangan ini terus dilakukan, dengan tegas harus memiliki izinnya dan mematuhi semua aturan yang berlaku. Dan saya minta pemerintah kalau bisa membuatkan akses jalan sendiri untuk pihak penambangan yang dilakukan di sini. 

“Contohnya yang terjadi daerah-daerah lain, seperti di Kabupaten Lumajang dibuatkan khusus akses jalan untuk para pihak penambang. Karena sampai detik ini, Pemkab Lampung Tengah belum melakukan langkah kongkrit untuk persoalan ini,” tutup Agus Riyanto. (ari)


Tinggalkan Komentar