Oleh : Annaastya Delia Pembayun

Kebijakan dasar pertanahan di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). 

Pengelolaan pertanahan melalui mekanisme penataan penggunaan tanah, pengaturan penguasaan tanah, pengurusan hak tanah, dan pendaftaran tanah. 

Dalam UUPA ditetapkan jenis-jenis hak atas tanah: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan, dan Hak-Hak Lain yang sifatnya sementara. 

Dalam proses pengurusan tanah sudah terlihat bahwa hal yang mengenai kejelasan persyaratan, biaya, waktu, prosedur dan pelaporan termuat dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. 

Sehingga ketika masyarakat mendapati berbagai keluhan-keluhan terutama proses layanan yang lama dan terkesan berbelit-belit, prosedur dan biaya yang tidak transparan dapat diubah melalui pelayanan yang berkualitas, efektif, dan efisien melalui KKP (Kebijakan Komputerisasi Pensertifikatan Bidang Tanah).

Berdasarkan data dari KKP Kantor Pertanahan Kota Batu tahun 2012, jumlah permohonan pensertifikatan bidang tanah yang masuk tahun 2012 adalah sebanyak 367 berkas.  

Hasilnya adalah hanya 7 permohonan yang selesai sesuai Standar Prosedur Pelayanan, 119 permohonan selesai dikerjakan tapi tidak memenuhi standar jangka waktu dan sisa permohonan sebanyak 241 menjadi tunggakan pekerjaan untuk tahun 2013.  

Seharusnya dengan menggunakan aplikasi komputer (KKP) berkas-berkas tersebut dapat terkontrol dengan baik oleh setiap petugas, sehingga masalah keterlambatan setidaknya dapat diminimalisir sedini mungkin sebelum jatuh tempo. 

Kantor Pertanahan Kota Batu memberikan kesempatan 4000 bidang tanah yang belum bersertifikat di Desa Oro-Oro Ombo untuk mengikuti PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Namun, hanya 3.300 bidang yang disanggupi oleh Desa Oro-oro Ombo.  

Sedangkan, sisanya sebesar 900 bidang masih berada di Pemohon atau RT/RW. Dalam hal ini pihak BPN menggunakan aplikasi KKP (Kebijakan Komputerisasi Pensertifikatan Bidang Tanah) dalam melakukan proses sertifikat tanah.  

Jangka waktu dalam proses pensertifikatan bidang tanah ini tidak sama untuk setiap bidang tanah dikarenakan tergantung pada luas bidang tanah yang akan di didaftarkan dalam permohonan persetifikatan.  

Kantor Pertanahan yang telah selesai menyerahkan sertifikat tanah kepada masyarakat memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil kerjanya ke Kantor Wilayah Pertanahan Kota Batu. Yang memiliki peran penting dalam kelancaran PTSL yaitu kelompok masyarakat dalam pengumpulan data.  

Pelaksanaan PTSL di Kota Batu ditemukan masalah yaitu obyek tanah dalam penjaminan di perbankan, jangka waktu pengumuman data fisik dan yuridis yang ternyata bertentangan dengan PP 24 Tahun 1997. 

Surat Pernyataan Kepemilikan dengan Itikad Baik sebagai pengganti akta peralihan yang merupakan akta di bawah tangan, penundaan pembayaran Pajak Peralihan Hak Atas Tanah. 

Sumber daya manusia yang kurang khususnya petugas ukur yang menyebabkan lambatnya proses PTSL, masih terdapat tanah Absentee dan tanah terlantar di Kota Batu yang mengakibatkan pengukuran bidang tanah tidak dapat berjalan dengan lancar karena pemilik tanah tidak berada ditempat untuk menunjukkan batas dan memberikan persetujuan batas tanah. 

Minimnya sumber daya menjadi faktor utama ketidakberhasilan dalam proses implementasi kebijakan KKP ini. Kemampuan dan keterampilan teknis terutama di bidang pengukuran dalam pembangunan basis data spasial masih sangat terbatas.  

Hal ini menjadi pengaruh yang sangat besar dalam proses pelayanan yang benar-benar harus lebih diperhatikan dan juga diperlukan tanggapan yang serius dari pimpinan pusat.  

Dalam hal ini pemerintah pusat melakukan penambahan jumlah pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penyederhanaan bentuk fisik sertifikat harus diikuti dengan penyederhanaan prosedur pelayanan pertanahan.  

Penyederhanaan bentuk sertifikat tidak akan membawa manfaat tanpa diiringi dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan pertanahan. Penyederhanaan ini membutuhkan dukungan teknis dan non teknis.  

Dukungan teknis berupa sumber daya manusia, data digital yang baik dan lainnya. Sementara dukungan non teknis berupa peraturan pendukung. Edukasi dan sosialisasi harus dilakukan secara kuat dan massive baik kepada internal BPN RI maupun masyarakat. 

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).