Ibu-ibu KSH Wadul ke Dyah Katarina, Minta Workshop Dimaksimalkan di Sawunggaling - Telusur

Ibu-ibu KSH Wadul ke Dyah Katarina, Minta Workshop Dimaksimalkan di Sawunggaling

Reses Anggota DPRD Kota Surabaya Fraksi PDIP, Dyah Katarina (tengah) di Sawunggaling, Wonokromo

telusur.co.id - Penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh Anggota DPRD Kota Surabaya Fraksi PDI Perjuangan, Dyah Katarina pada masa reses sidang keempat digelar di Jl. Waringin RT 01 RW 06, Kel. Sawunggaling, Kec. Wonokromo, Kota Surabaya.

Dalam reses kali ini, masih banyak ditemukan permasalahan Kader Surabaya Hebat (KSH) yang pada umumnya belum mumpuni menjalankan tugas dengan baik, sehingga dampaknya dirasakan oleh masyarakat.

Anggota Komisi D (Bidang Kesejahteraan Rakyat) ini mengatakan, keluhan-keluhan warga yang mengenai tidak dapat atau diberhentikan bantuan BLT, diberhentikannya permakanan kepada anak yatim, lansia dan masih banyak lagi program yang dulu berjalan baik, tapi sekarang tidak lagi. 

Istri Bambang DH (mantan Walikota Surabaya) menjelaskan, munculnya permasalahan warga, karena KSH belum sama sekali mendapat pelatihan ataupun workshop dari pos-pos yang harus dikerjakan, sehingga kurang tepatnya memasukkan data warga. 

"Dulu kader Posyandu ada pelatihan, kader lingkungan ada pelatihannya, semua pos ada pelatihannya sehingga kader mendapat ilmu yang diperlukan. Sedangkan ibu-ibu itu belum mendapatkan pelatihan yang mumpuni, sehingga tidak bisa menjalankan tugas yang diemban secara maksimal dan benar," paparnya. Minggu, (29/1/2023) sore.

Sementara beberapa warga dan KSH mengeluhkan akan tidak meratanya bantuan, sehingga ada kecemburuan sosial di warga Waringin Kelurahan Sawunggaling. 

Saat menghadiri Reses Dyah Katarina, anggota KSH meminta diberi pelatihan agar tidak melakukan kesalahan dalam menginput data, karena ada KSH melakukan kesalahan karena tidak mengerti IT. Seperti data lama selalu muncul walaupun sudah dihapus karena meninggal. 

Anggota KSH menyampaikan kepada Dyah Katarina bahwa, redaksi bahasanya susah untuk dipahami, sehingga walaupun pilihannya hanya ya dan tidak tapi mengartikan pertanyaan di aplikasi yang susah dimengerti. 

Lebih lanjut, Dyah menuturkan, yang tidak bisa IT dilatih untuk mengisi, tapi mengisinya ya dan tidak. Pokoknya dia bisa klik, tapi untuk isinya apa dan pertanyaannya apa, dia tidak memahami pertanyaan. 

Misalnya ada pertanyaan, apa disini ada kekerasan, jawabnya tidak. Karena dia tidak memahami kekerasan itu seperti apa saja. Anggapan KSH asalkan tidak memakai senjata ataupun memukul itu dianggap tidak ada kekerasan. Padahal kekerasan tidak hanya secara fisik, dengan kata-kata ta kaplok (ta pukul) itu sudah masuk kekerasan. Itu yang belum dipahami oleh warga dan KSH. 

"Saya keras di reses ini karena KSH harus di evaluasi, programnya bagus membantu data Pemkot, tapi yang benar. Jangan hanya casing baru, tapi walaupun casing baru harus dibekali pelatihan sehingga mutu kerja lebih baik," tegas Anggota DPRD yang menjabat 2 periode tersebut. (ari)


Tinggalkan Komentar