telusur.co.id - Penghargaan Chevalier dans L’Ordre des Palmes Academiques diberikan kepada dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Dr Ir Ria Asih Aryani MEng, oleh Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard. 

Penghargaan yang sangat membanggakan ini diberikan atas kontribusinya membantu mengirimkan mahasiswa double degree dari Indonesia untuk melanjutkan pendidikan jenjang S2 dan S3 ke Prancis.

L’Ordre des Palmes Academiques merupakan penghargaan bergengsi dunia yang dianugerahkan oleh Pemerintah Prancis kepada akademisi dari seluruh dunia yang telah memberikan kontribusi besar bagi kerja sama antara Prancis dan suatu negara terkait di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Salah satu gelar dalam penghargaan ini ialah Chevalier atau ksatria yang diumumkan oleh Perdana Menteri Prancis Jean Castex untuk diberikan kepada Ria pada 4 Maret 2021 lalu. Tak tanggung-tanggung, untuk menyandang gelar ksatria ini, setidaknya butuh waktu 10 tahun pelayanan atau prestasi luar biasa.

Ria sendiri menerima penghargaan ini secara langsung pada 24 Maret 2021 bertempat di Kantor Konsulat Prancis di Surabaya. Ria dinilai berjasa dalam membimbing mahasiswa-mahasiwa jenjang S2 dan S3, khususnya mahasiswa departemen Teknik Sipil di ITS dalam menempuh program pendidikan double degree Indonesia-Prancis. 

“Saya pernah mengirimkan paling sedikit 20 orang mahasiwa jenjang S2 program double degree untuk melanjutkan pendidikan ke Prancis,” tutur Mantan Wakil Direktur Pascasarjana ITS periode 2011-2015 ini. 

Perempuan yang juga pernah meraih penghargaan Prix Mahar Schützenberger ini juga seringkali mendatangkan akademisi dari Prancis untuk memberikan kuliah tamu di Indonesia, serta turut aktif melakukan penelitian yang berkolaborasi dengan peneliti Prancis.  

“Program kerja sama baik pengiriman mahasiswa dan penelitian dengan pihak Prancis ini sudah saya jalin sejak 1994,” beber dosen program pendidikan doktor Teknik Sipil ITS yang akan dikukuhkan sebagai guru besar pada 31 Maret mendatang ini. 

Terakhir, alumnus Ecole Entrale de Paris kelahiran Yogyakarta tahun 1956 ini berharap, agar capaiannya ini dapat menjadi pintu gerbang yang akan memperluas dan mempermudah program-program kerja sama Indonesia dan Prancis, untuk meningkatkan kualitas pendidikan mahasiswa Indonesia.  

“Ke depannya, saya akan berusaha mengirimkan lebih banyak lagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk menempuh pendidikan S2 dan S3 ke Prancis serta mengundang pengajar-pengajar dari Prancis untu, berbagi ilmu,” tukasnya bersemangat. (ion/ari)