telusur.co.id - Kampanye Hitam atau black campaign jelang perhelatan kontestsi politik Pilkada serentak 2020 di Sidoarjo, Jawa Timur mulai marak di media sosial (Medsos).

Kampanye Hitam ini termasuk kampanye politik yang mengandung ujaran kebencian serta sara. Perkara ini sepertinya sudah menjadi pelanggaran yang tidak pernah absen dalam penyelenggaraan Pilkada.

Baru-baru ini beberapa medsos yang mengatasnamakan "Sidoarjo" sebagai nama akun, mulai memanaskan suasana politik Pilkada Sidoarjo dengan melakukan Kampanye Hitam. 

Isu meninggalnya Wabup Sidoarjo yang dikaitkan dengan klenik, bahkan KH. Ali Mashuri (Pendiri Pondok Pesantren Bumi Sholawat yang diisukan meninggal dunia.

Menanggapi hal tersebut, Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo, Kelana Aprilianto mengatakan, Kampanye Hitam adalah sebuah upaya untuk merusak atau mempertanyakan reputasi seseorang, dengan mengeluarkan propaganda negatif. 

Hal ini dapat diterapkan kepada perorangan atau kelompok. Oknum pelaku biasanya menargetkan pejabat publik, politikus, dan kandidat peserta Pilkada,” terangnya saat dihubungi via telepon, Jumat, (28/8/2020).

“Saya mengimbau, agar semua lapisan masyarakat Sidoarjo untuk bersama-sama mencegah Kampanye Hitam (black campaign). Kita harus mengedepankan politik santun pada pelaksanaan Pilkada 2020,” tambah pria yang disapa akrab Mas Kelana ini.

Kendati demikian, ia juga berharap Bawaslu segera menerapkan dan memperketat, empat strategi yang dilakukan dalam mencegah politisasi SARA dan ujaran kebencian. Pertama, membangun komitmen calon kepala daerah untuk tolak politisasi SARA dan ujaran kebencian di pilkada. 

Kedua, menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) sebagai peringatan dini untuk pencegahan ujaran kebencian dan politisasi sara. Ketiga, menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengkampanyekan tolak politisasi SARA di Pilkada.  

“Keempat, membangun kerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam penegakan hukum ujaran kebencian dan politisasi SARA,” tutup Kelana Aprilianto. (rif)